Pelangi Setelah Hujan

Di bawah langit sore yang mulai memerah, Aditya melangkah menuju stasiun kereta tua di pinggiran kota. Sebuah tiket dalam genggamannya, bukan sekadar tiket perjalanan, melainkan pintu menuju masa lalu yang begitu ia rindukan. Stasiun ini, dengan aroma khas kayu tua dan debu yang sudah tercium sejak ia masih kecil, membawa ingatannya kembali pada masa-masa yang takkan pernah bisa ia lupakan.


Lima belas tahun lalu, di stasiun inilah ia pertama kali bertemu dengan Alya, cinta pertamanya. Mereka masih remaja kala itu, bersekolah di SMA yang sama, dan kebetulan selalu pulang dengan kereta yang sama. Perjumpaan demi perjumpaan di stasiun ini menumbuhkan benih-benih cinta yang perlahan tumbuh dalam hati Aditya.


"Apa kabar, stasiun tua?" gumam Aditya dengan senyuman kecil di bibirnya. Ia berjalan menyusuri peron, membayangkan sosok Alya yang dulu selalu duduk di bangku kayu dekat tiang lampu. Bangku itu masih ada, meski sudah tampak usang dan berdebu. Aditya duduk di sana, menutup mata, mencoba meresapi setiap kenangan yang perlahan mengapung di benaknya.


Kenangan-kenangan itu datang satu per satu, seperti fragmen-fragmen film yang diputar ulang. Senyuman manis Alya, tawa renyahnya, dan tatapan mata yang selalu membuat jantungnya berdegup lebih kencang. Aditya merindukan segalanya. Ia ingat bagaimana mereka sering berbicara tentang mimpi-mimpi mereka, tentang kota-kota yang ingin mereka kunjungi, dan tentang cinta yang mereka yakini akan bertahan selamanya.


Tapi, hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana. Setelah lulus SMA, Alya harus pindah ke luar negeri bersama keluarganya. Perpisahan itu sangat berat bagi Aditya. Mereka berjanji akan tetap berhubungan, tetapi seiring berjalannya waktu, komunikasi mereka semakin jarang, hingga akhirnya benar-benar terputus.


Aditya tidak pernah bisa melupakan Alya. Meski bertahun-tahun telah berlalu, dan banyak orang datang dan pergi dalam hidupnya, Alya selalu memiliki tempat khusus di hatinya. Maka, ketika ia mendengar kabar bahwa Alya kembali ke kota ini, ia tahu bahwa ia harus mencarinya. Ia harus menemukan kembali serpihan-serpihan kenangan itu dan menyatukannya kembali.


Kereta pun tiba, mengeluarkan suara khasnya yang membangunkan Aditya dari lamunannya. Ia naik ke dalam gerbong, duduk di dekat jendela, dan menatap keluar. Perjalanan ini bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan emosional yang membawanya kembali pada masa lalu.


Setelah menempuh perjalanan sekitar dua jam, kereta berhenti di stasiun tujuan. Aditya turun dengan hati yang berdebar. Kota ini telah banyak berubah, tetapi beberapa tempat masih tampak familiar. Ia berjalan menyusuri jalanan yang dulu sering ia lalui bersama Alya. Kenangan-kenangan itu terus berputar dalam pikirannya, membuat langkahnya terasa lebih ringan.


Akhirnya, ia tiba di sebuah taman kecil di tengah kota. Taman ini adalah tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama, duduk di bawah pohon besar sambil bercengkerama. Di sana, di bangku yang sama, ia melihat sosok yang begitu ia kenal. Alya.


"Alya?" panggil Aditya dengan suara yang sedikit bergetar.


Alya menoleh, dan seketika senyuman itu kembali muncul di wajahnya. "Aditya? Apa kabar?"


Mereka saling memandang, seolah waktu tidak pernah berlalu. Aditya duduk di sebelah Alya, merasakan kehangatan yang sama seperti dulu. Mereka mulai berbicara, mengingat kembali masa-masa indah yang pernah mereka lalui.


"Aku tidak pernah benar-benar pergi dari kota ini," kata Alya. "Keluargaku pindah, tapi aku kembali beberapa tahun lalu. Aku hanya tidak tahu bagaimana cara menghubungimu lagi."


Aditya tersenyum. "Aku juga selalu mencarimu. Aku tahu kita berpisah lama, tapi perasaan ini tidak pernah berubah."


Mereka berbicara sepanjang sore, berbagi cerita tentang hidup mereka setelah berpisah. Aditya merasa seolah beban yang selama ini ia pikul perlahan terangkat. Ia menemukan bahwa Alya juga merasakan hal yang sama.


Waktu berlalu dengan cepat, dan matahari mulai terbenam. Mereka berjalan berdua menuju stasiun, seperti dulu. Saat kereta datang, Aditya menggenggam tangan Alya dengan erat.


"Jadi, apa rencanamu sekarang?" tanya Alya.


Aditya menatap mata Alya dengan penuh keyakinan. "Aku ingin memulai lagi. Mungkin kita tidak bisa mengembalikan waktu yang hilang, tapi kita bisa menciptakan kenangan baru."


Alya tersenyum dan mengangguk. "Aku setuju. Mari kita ciptakan kenangan baru bersama."


Mereka naik ke dalam kereta, melanjutkan perjalanan mereka, bukan hanya untuk menemukan kembali serpihan-serpihan kenangan lama, tetapi juga untuk membuat kenangan-kenangan baru yang akan selalu mereka hargai.


Di dalam kereta, di bawah langit malam yang dipenuhi bintang, Aditya dan Alya memulai kembali kisah mereka, sebuah perjalanan cinta yang takkan pernah mereka lupakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Senja di Pelabuhan