Senja di Pelabuhan

 Di ujung timur kota kecil itu, terhamparlah pelabuhan kecil yang tenang. Seiring senja yang mulai merayap, cahaya emas memantul di permukaan air, menciptakan panorama yang memesona. Di sini, sering kali terdengar suara burung camar yang melengking riang, sementara perahu nelayan terdampar dengan santainya di tepi dermaga.


Namun, hari ini ada yang berbeda. Di antara keheningan senja, terlihatlah sosok perempuan muda duduk di ujung dermaga. Rambut cokelatnya tergerai lembut diterpa angin senja yang sepoi-sepoi. Namanya adalah Maya. Gadis itu sering datang ke sini untuk sekadar mengamati senja yang indah atau hanya untuk merenung.


Maya adalah seorang seniman. Dia mengabdikan waktu luangnya untuk melukis pemandangan senja yang memukau, terutama di pelabuhan ini. Baginya, senja adalah waktu yang paling indah untuk mencatat keindahan alam dengan kuas dan catnya.


Sementara Maya sibuk dengan lukisannya, di ujung lain dermaga, ada seorang pria yang berdiri memandangnya dari kejauhan. Namanya adalah Arka. Pria itu baru saja kembali ke kampung halamannya setelah bertahun-tahun tinggal di kota besar. Pelabuhan ini adalah tempat yang pernah menjadi saksi pertemuan mereka dulu, saat mereka masih remaja.


Keduanya dulu adalah teman dekat di masa lalu. Mereka sering menghabiskan waktu bersama di pelabuhan ini, berbagi impian dan cerita-cerita masa depan. Namun, takdir memisahkan mereka ketika Arka harus pindah ke kota besar bersama keluarganya.


Arka, seorang fotografer yang sukses, kembali ke kampung halamannya untuk menghadiri pernikahan sahabatnya. Namun, kebetulan membawanya kembali ke tempat yang penuh kenangan dengan Maya.


Saat Maya menyelesaikan lukisannya, dia merasakan ada yang berbeda. Pandangannya tak sengaja bertemu dengan Arka yang berdiri di sana. Mata mereka saling bertemu, dan dalam sekejap, kenangan masa lalu pun kembali memenuhi benak mereka.


Arka menghampiri Maya dengan senyum penuh kerinduan. "Maya, masih ingat dulu kita sering duduk di sini mengamati senja?"


Maya tersenyum, hatinya terasa hangat melihat Arka. "Tentu saja, Arka. Ini tempat yang paling aku rindukan."


Mereka pun duduk bersama di tepi dermaga, membiarkan senja menyaksikan pertemuan mereka yang lama ditunggu. Mereka mengobrol tentang apa yang telah terjadi selama bertahun-tahun terpisah, tentang impian-impian yang pernah mereka bagikan dulu.


"Kamu masih seniman, ya?" tanya Arka, melihat lukisan senja yang baru saja selesai dilukis Maya.


Maya mengangguk. "Iya, ini hobi yang nggak pernah bisa aku tinggalkan."


"Dan aku masih fotografer," ujar Arka sambil menunjukkan kamera di tangannya.


Ketika senja semakin dalam, Maya dan Arka duduk berdampingan, menikmati kehadiran satu sama lain seperti dulu kala. Mereka merasakan kehangatan persahabatan mereka yang lama hilang.


Namun, di antara percakapan ringan mereka, ada kebisuan yang menggantung. Kedua hati mereka merindukan lebih dari sekadar pertemanan. Ada keinginan yang terpendam selama bertahun-tahun, yang akhirnya tersirat dalam tatapan mereka yang penuh makna di bawah senja yang merona.


"Terkadang aku merindukan waktu dulu," ucap Arka perlahan.


Maya menatap laut yang tenang. "Aku juga."


Arka menggenggam tangan Maya lembut. "Bagaimana kalau kita mencoba lagi?"


Maya menoleh, melihat mata Arka yang penuh dengan kehangatan. Tak perlu kata-kata lagi. Mereka tahu, di senja ini, bahwa hati mereka masih saling merindukan. Dan di pelabuhan ini, di bawah langit senja yang menyaksikan pertemuan mereka, kisah mereka yang lama terpisah kembali dimulai.


Mereka pun berjalan bersama, menuju masa depan yang mereka impikan bersama, di bawah senja yang masih bersinar indah di pelabuhan kecil mereka.

Komentar